Rabu, 10 Oktober 2012

JANGAN MEMENDAM KEMARAHAN ANDA




JW
Apa yang anda lakukan saat anda marah? Apakah anda cenderung menyatakannya atau mendiamkannya, atau mengumpulkan kekesalan anda seperti anda menabung di bank, atau anda akan meledak dan melampiaskan kemarahan tersebut pada orang lain atau apapun yang ada disekitar anda? Apakah anda mendiskusikan perasaan anda setelah anda merasa tenang? Apakah “mengeluarkan kemarahan” membuat kemarahan tersebut sirna dari diri anda, atau malah membuat itu semakin kuat?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini merupakan sesuatu yang sangat vital dalam membangun hubungan anda dengan keluarga, tetangga, atasan atau bawahan, atau siapa pun orang-orang yang berinteraksi dengan anda.
Perasaan marah yang kronis dan ketidakmampuan mengendalikan kemarahan dapat menyebabkan kerugian emosional dan merupakan sesuatu yang tidak sehat, seperti halnya masalah depresi atau kecemasan yang kronis.
Berkebalikan dengan kebanyakan nasehat psikologi populer, penelitian menunjukkan bahwa mengekspresikan kemarahan tidak selalu membuat kemarahan tersebut menghilang dari diri anda. Seringkali orang akan merasa lebih buruk setelah mengalami konfrontasi terhadap kemarahan, baik secara fisik  maupun secara mental.
Saat orang mengekspresikan kemarahan mereka akan mengulang-ulang seberapa besar kemarahannya atau menyalurkan perasaan tersebut melalui tindakan yang kasar. Seringkali mereka mengalami peningkatan tekanan darah, merasa lebih marah, dan berperilaku lebih agresif, dibandingkan apabila mereka hanya membiarkan perasaan marah tersebut menghilang dengan sendirinya.
Saat orang belajar mengendalikan marah mereka dan mengekspresikan perasaan marah dengan cara yang lebih bisa diterima, biasanya mereka akan merasa lebih baik dan lebih tenang alih-alih menjadi semakin marah atau memburuk.

Charles Darwin (1872 - 1965) mengeluarkan pernyataan yang tepat, “pengekspresian emosi secara bebas, baik melalui isyarat verbal maupun nonverbal, akan meningkatkan intensitas emosi tersebut”.,… Ia yang membiarkan munculnya bahasa tubuh yang kasar akan meningkatkan kemarahannya sendiri.
Saat orang merasa marah, mereka memiliki beberapa pilihan. Pilihan pertama adalah mereka dapat berusaha berpikir ulang mengenai situasi yang dihadapi untuk penurunan dampak emosional dalam situasi tersebut.

Upaya mengendalikan kemarahan sejak dini, pada akhirnya akan menghasilkan emosi yang lebih terkontrol dibandingkan berusaha menekan perasaan marah secara keseluruhan --- apalagi melampiaskan perasaan marah tersebut.
Pilihan keduanya adalah menuliskan perasaan mereka dalam buku harian atau menceritakan kepada seorang teman (atau pada orang yang membuat mereka marah). Orang juga bisa bermain piano, berlari, memasak, berusaha memecahkan masalah yang menjadi penyebab kemarahan mereka, atau sebaliknya berperilaku kasar terhadap teman-teman atau keluarga, memukul apa yang ada didekatnya atau berteriak-teriak.

Apabila tindakan-tindakan tersebut dapat menurunkan intensitas kemarahan mereka, atau mereka mendapatkan respon dari orang lain yang sesuai dengan keinginan mereka, mereka cenderung mengembangkan kebiasaan yang terasa “alami”, seolah-oelah kebiasaan tersebut tidak akan pernah berubah. Beberapa kebiasaan lebih baik dari kebiasaan-kebiasaan lainnya, seperti melampiaskan kemarahan dengan bermain music atau melakukan kegiatan yang  membangun lainnya merupakan suatu kebiasaan yang baik. Sementara sebagian orang mencari pembenaran atas perilaku kasar mereka, dengan mengatakan “saya tidak dapat menahan amarahku”, namun sesungguhnya mereka dapat  melakukannya.
Tentunya, jika anda hanya ingin melampiaskan kemarahan, silahkan, namun anda berisiko akan menjadi seorang pemarah. Sebaiknya hadapi setiap masalah dengan seyuman paling termanis Lebih baik dikenal sebagai seorang yang ramah, daripada seorang pemarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar