JW |
Apa yang anda lakukan saat anda
marah? Apakah anda cenderung menyatakannya atau mendiamkannya, atau
mengumpulkan kekesalan anda seperti anda menabung di bank, atau anda akan
meledak dan melampiaskan kemarahan tersebut pada orang lain atau apapun yang
ada disekitar anda? Apakah anda mendiskusikan perasaan anda setelah anda merasa
tenang? Apakah “mengeluarkan kemarahan” membuat kemarahan tersebut sirna dari
diri anda, atau malah membuat itu semakin kuat?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini merupakan sesuatu
yang sangat vital dalam membangun hubungan anda dengan keluarga, tetangga,
atasan atau bawahan, atau siapa pun orang-orang yang berinteraksi dengan anda.
Perasaan marah yang kronis dan
ketidakmampuan mengendalikan kemarahan dapat menyebabkan kerugian emosional dan
merupakan sesuatu yang tidak sehat, seperti halnya masalah depresi atau
kecemasan yang kronis.
Berkebalikan dengan kebanyakan nasehat psikologi populer,
penelitian menunjukkan bahwa mengekspresikan kemarahan tidak selalu membuat
kemarahan tersebut menghilang dari diri anda. Seringkali orang akan merasa
lebih buruk setelah mengalami konfrontasi terhadap kemarahan, baik secara
fisik maupun secara mental.
Saat orang mengekspresikan
kemarahan mereka akan mengulang-ulang seberapa besar kemarahannya atau
menyalurkan perasaan tersebut melalui tindakan yang kasar. Seringkali mereka
mengalami peningkatan tekanan darah, merasa lebih marah, dan berperilaku lebih
agresif, dibandingkan apabila mereka hanya membiarkan perasaan marah tersebut
menghilang dengan sendirinya.
Saat orang belajar mengendalikan marah mereka dan
mengekspresikan perasaan marah dengan cara yang lebih bisa diterima, biasanya
mereka akan merasa lebih baik dan lebih tenang alih-alih menjadi semakin marah
atau memburuk.
Charles Darwin (1872 - 1965)
mengeluarkan pernyataan yang tepat, “pengekspresian emosi secara bebas, baik
melalui isyarat verbal maupun nonverbal, akan meningkatkan intensitas emosi
tersebut”.,… Ia yang membiarkan munculnya bahasa tubuh yang kasar akan
meningkatkan kemarahannya sendiri.
Saat orang merasa marah, mereka memiliki beberapa
pilihan. Pilihan
pertama adalah mereka dapat berusaha berpikir ulang mengenai situasi
yang dihadapi untuk penurunan dampak emosional dalam situasi tersebut.
Upaya mengendalikan kemarahan
sejak dini, pada akhirnya akan menghasilkan emosi yang lebih terkontrol
dibandingkan berusaha menekan perasaan marah secara keseluruhan --- apalagi
melampiaskan perasaan marah tersebut.
Pilihan keduanya adalah menuliskan perasaan mereka dalam buku
harian atau menceritakan kepada seorang teman (atau pada orang yang membuat
mereka marah). Orang juga bisa bermain piano, berlari, memasak, berusaha
memecahkan masalah yang menjadi penyebab kemarahan mereka, atau sebaliknya
berperilaku kasar terhadap teman-teman atau keluarga, memukul apa yang ada
didekatnya atau berteriak-teriak.
Apabila tindakan-tindakan
tersebut dapat menurunkan intensitas kemarahan mereka, atau mereka mendapatkan
respon dari orang lain yang sesuai dengan keinginan mereka, mereka cenderung
mengembangkan kebiasaan yang terasa “alami”, seolah-oelah kebiasaan tersebut
tidak akan pernah berubah. Beberapa kebiasaan lebih baik dari
kebiasaan-kebiasaan lainnya, seperti melampiaskan kemarahan dengan bermain
music atau melakukan kegiatan yang membangun lainnya merupakan suatu
kebiasaan yang baik. Sementara sebagian orang mencari pembenaran atas perilaku
kasar mereka, dengan mengatakan “saya tidak dapat menahan amarahku”, namun
sesungguhnya mereka dapat melakukannya.
Tentunya, jika anda hanya ingin melampiaskan kemarahan,
silahkan, namun anda berisiko akan menjadi seorang pemarah. Sebaiknya hadapi
setiap masalah dengan seyuman paling
termanis Lebih baik dikenal sebagai seorang yang ramah, daripada seorang
pemarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar